Rejeki Halal vs. Rejeki Haram: Memahami Kasih Sayang Tuhan
Ketika si A bilang bahwa harta yang dicuri itu sudah menjadi rejeki si maling, si B merespons dengan perasaan tidak setuju: "Hah, masak hasil mencuri dikatakan rejeki #$%S!"
Si A: "Aku barusan kemalingan."
Si B: "Innalilahi... kok tega ya dia ambil harta orang?"
Si A: "Ngga apa-apa, itu kan udah rejekinya si maling."
Si B: "Hah, masak hasil mencuri dikatakan rejeki #$%S!"
Dalam filosofi Islam, rejeki dibagi menjadi dua jenis: rejeki halal dan rejeki haram. Rejeki halal adalah apa yang didapatkan melalui cara-cara yang sesuai dengan syariat dan norma-norma agama. Ini adalah bentuk berkah yang diberikan oleh Tuhan kepada hamba-Nya yang beriman dan taat. Rejeki halal bukan hanya mencakup materi, tetapi juga segala bentuk kebaikan dan nikmat yang diperoleh melalui cara yang baik dan sah.
Di sisi lain, rejeki haram adalah apa yang diperoleh melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan ajaran agama atau hukum, seperti pencurian, korupsi, atau pelacuran. Meskipun rejeki jenis ini diperoleh dengan cara yang salah, dalam konteks Tuhan, itu tetap dianggap sebagai rejeki. Kenapa demikian? Karena sifat Ar-Rahman dari Tuhan adalah mencakup segala makhluk-Nya, tanpa memandang cara atau metode perolehan rejeki tersebut. Tuhan menjamin bahwa setiap makhluk akan mendapatkan jatah rejeki mereka, tanpa mengira cara bagaimana rejeki itu didapatkan. Ini adalah bentuk kasih sayang dan kemurahan Tuhan yang menyeluruh, yang tidak membedakan antara makhluk yang baik dan buruk.
Namun, ada perbedaan mendasar antara rejeki haram dan rejeki halal dalam konteks keberkahan dan kebaikan yang menyertainya. Rejeki halal, yang diperoleh melalui cara-cara yang benar dan sesuai dengan ajaran agama, memiliki nilai spiritual yang lebih tinggi dan akan mendatangkan berkah yang tidak hanya dirasakan di dunia tetapi juga di akhirat. Ini adalah manifestasi dari sifat Rahim Tuhan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan sifat Ar-Rahman. Sifat Rahim menunjukkan kasih sayang Tuhan yang khusus kepada orang-orang beriman, dan rejeki halal ini adalah bentuk dari rahmat tersebut yang lebih murni dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, ketika kita berdoa meminta rejeki, penting untuk menambahkan permohonan agar diberikan rejeki yang halal. Ini menunjukkan bahwa kita tidak hanya menginginkan segala sesuatu yang diperoleh, tetapi kita juga menginginkan cara yang benar dan berkah dalam memperoleh rejeki tersebut. Berdoa dengan, "Ya Allah, berikan hamba rejeki yang halal," adalah sebuah pengakuan akan keutamaan dan keberkahan rejeki yang sesuai dengan ajaran agama.
Kembali pada dialog si A dan si B, ketika Si A mengatakan bahwa rejeki si maling adalah bagian dari rejeki yang diberikan Tuhan, itu mungkin benar dalam konteks bahwa semua makhluk dijamin rejekinya. Namun, pemahaman ini harus diimbangi dengan kesadaran bahwa ada perbedaan mendasar antara rejeki yang diperoleh dengan cara yang benar dan yang tidak. Keduanya memang merupakan bentuk rejeki, tetapi yang halal adalah yang diberkahi dan memiliki nilai spiritual yang lebih dalam.
Jadi kalau berdoa minta rejeki jangan lupa ditambah: "Ya Allah berikan hamba rejeki + yang halal dan baik.". Wallahua'lam bishawab.
Komentar
Posting Komentar