Postingan

Menampilkan postingan dengan label waljinah

Kitir Sumilir: Surat Senja yang Ditiup Angin

Gambar
Si ufuk jingga selalu punya caranya sendiri untuk memanggil kembali apa yang pernah hilang. Hari itu, suara Kitir Sumilir datang lagi, membawa suasana yang sulit dijelaskan. Seperti angin yang menyusup diam-diam, ia menggiringku pada ingatan akan sebuah sore ketika langit berwarna tembaga dan waktu seolah terhenti. Aku duduk sendirian, mendengarkan alunannya, lalu tanpa sadar seperti dilempar ke dalam sebuah ruang batin yang tak kuundang, pertemuan tanpa wajah, tanpa kata, tapi terasa nyata. “Tak goleki ono ngendi si panjerino...” (Kucari di mana engkau bersembunyi...) Kalimat itu menusuk dengan tajam, bukan luka fisik, melainkan kerinduan yang tak bisa disebutkan. Rasanya seperti kehilangan sesuatu yang lebih besar dari sekadar nama atau bentuk. Saat itu aku teringat pada sosok-sosok yang pernah hadir dalam kisah lama, Sang Cahaya dan Sang Peletak Pondasi. Mereka bukan sekadar tokoh sejarah, tapi lambang perjalanan panjang tentang pedoman dan pengorbanan. Aku tak bisa menyebutnya g...