Kekuatan yang Melelahkan: Sebuah Refleksi tentang Sosok Mba Nisa
Aku mengenal sosok Nisa pertama kali lewat sebuah tulisan berjudul “Pulang” yang dikirim seorang sahabat dari Sidoarjo. Cerita itu menggetarkan ruang batin yang paling sunyi (mungkin karena aku melihat potongan diriku dalam dirinya). Nisa adalah perempuan yang dua kali lebaran tak pulang kampung. Bukan karena tak rindu, tapi karena gengsi. Ia malu memperlihatkan kondisi hidupnya yang serba kekurangan. Sering kali kita keliru memahami arti kuat. Kita pikir kuat itu berarti mampu bertahan sendiri, menelan pil pahit tanpa suara, dan tetap tersenyum saat hati remuk. Seperti Nisa, kita belajar diam karena pernah kecewa. Kita menolak bantuan karena takut dianggap lemah. Kita terus berjalan, bahkan ketika kaki sudah gemetar. Padahal, sejatinya kekuatan bukan terletak pada seberapa banyak beban yang bisa kita pikul sendirian, melainkan pada keberanian untuk berkata, “Aku butuh pertolongan.” Dalam diamnya, Nisa bicara banyak hal. Ia memilih berjualan nasi kotak kecil-kecilan ketimba...