Perang Ahzab dan Kehidupan Kita: Kekuatan Doa dan Keyakinan kepada Allah


Jika mereka tenggelam dalam keagungan Allah, mereka tidak meminta sesuatu kepada Allah karena merasa cukup dengan kehendak dan ilmu Allah. Mereka sibuk dengan zikir, tafakur, membaca Al-Qur'an, dan amalan lainnya. Berdoa dan tidak berdoa menjadi siklus alami dari hamba yang Sadar Allah.

Para muhaddisin (ahli hadis) rahimakumullah menjelaskan bahwa orang yang memiliki ma'rifat, ketika mereka tenggelam dalam kebesaran Allah, mereka tidak akan meminta apa-apa kepada-Nya. Mereka merasa malu untuk meminta karena mereka telah menyaksikan ilmu Allah, kehendak-Nya, dan kebijaksanaan-Nya. Mereka yakin bahwa Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan Maha Kaya. Oleh karena itu, mereka merasa malu untuk meminta sesuatu kepada-Nya.


Ibu Imam Ahmad ibn 'Atha'illah as-Sakandari Rahimahullah berkata:


"Lā tamuddanna yadaka ilal akhdzi minal khalqi, illā baina anna lam ta'tiya bihim maulak. Fa izā kunta kadzālik, fa khudz mā wafaqa l-'ilma."


Artinya: "Janganlah engkau mengulurkan tanganmu untuk mengambil sesuatu dari makhluk, kecuali jika engkau melihat dengan mata hatimu bahwa yang memberi melalui mereka adalah Tuhanmu. Maka, jika engkau dalam keadaan seperti itu, ambillah sesuatu yang sesuai dengan petunjuk ilmu."


Ini adalah terjemahan dari Al-Hikam ke-190. Hikmah ini mengajarkan bahwa kita boleh menerima harta, baik melalui sedekah, hibah, hadiah, atau keuntungan dari jual beli, asalkan memenuhi dua syarat:


  1. Syarat Pertama: Kita harus meyakini dalam hati bahwa harta yang sampai kepada kita adalah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan orang yang memberikannya hanyalah perantara yang ditunjuk oleh Allah.

  2. Syarat Kedua: Kita harus memastikan bahwa harta tersebut halal, baik dari segi barangnya maupun cara memperolehnya. Misalnya, jika seseorang memberikan hadiah yang haram (seperti sutra bagi laki-laki), kita tidak boleh menerimanya.


Contoh dalam Kehidupan Sehari-hari


Jika kita menerima kiriman dari seseorang, kita harus yakin bahwa itu berasal dari Allah, dan orang tersebut hanyalah perantara. Dengan keyakinan ini, kita akan semakin mencintai Allah dan bergantung kepada-Nya. Kita juga harus bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada perantara tersebut.


Orang yang Memiliki Ma'rifat dan Keadaan Mereka


Orang yang memiliki ma'rifat kadang-kadang malu untuk meminta kepada Allah karena mereka merasa cukup dengan kehendak dan ilmu-Nya. Mereka lebih memilih untuk berzikir, bertafakur, dan membaca Al-Qur'an. Dalam keadaan tenggelam dalam kebesaran Allah, mereka tidak meminta apa-apa karena mereka yakin bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Kaya.


Namun, ada kalanya mereka memandang kelemahan dan kehinaan diri mereka. Dalam keadaan seperti ini, mereka meminta kepada Allah dengan penuh kerendahan hati, bukan karena merasa Allah tidak tahu, tetapi untuk menampakkan kehinaan dan kebergantungan mereka kepada-Nya.


Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam


Ketika Nabi Ibrahim akan dilemparkan ke dalam api, Jibril menawarkan bantuan. Namun, Nabi Ibrahim berkata, "Hasbi Allah wa ni'mal wakil" (Cukuplah Allah bagiku, dan Dia adalah sebaik-baik penjaga). Nabi Ibrahim tidak meminta pertolongan langsung dari Jibril karena ia yakin bahwa Allah Maha Mengetahui keadaannya. Akhirnya, api itu menjadi dingin dan menyelamatkan Nabi Ibrahim.


Kisah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam


Dalam perang Ahzab, Rasulullah dan para sahabat menghadapi musuh yang sangat kuat. Saat itu, Rasulullah berdoa, "Allahumma munzilal kitab, sari'al hisab, ihzimil ahzab, Allahumma ihzimhum wa zalzilhum" (Ya Allah, Tuhan yang menurunkan kitab, yang cepat hisabnya, kalahkanlah musuh-musuh ini, dan goncangkanlah mereka). Doa ini menunjukkan kerendahan hati dan kebergantungan Rasulullah kepada Allah dalam menghadapi kesulitan [lihat catatan kaki].


Kesimpulan
Keadaan orang yang memiliki ma'rifat berubah-ubah. Kadang mereka tenggelam dalam kebesaran Allah dan merasa malu untuk meminta. Di saat lain, mereka memandang kelemahan diri dan meminta kepada Allah dengan penuh kerendahan hati. Yang terpenting adalah kita selalu bersyukur kepada Allah dan meyakini bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya.


Catatan kaki:


Doa "Allahumma munzilal kitab, sari'al hisab, ihzimil ahzab, Allahumma ihzimhum wa zalzilhum" (Ya Allah, Tuhan yang menurunkan kitab, yang cepat hisabnya, kalahkanlah musuh-musuh ini, dan goncangkanlah mereka) adalah doa yang dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam Perang Ahzab (Perang Parit). Doa ini tercatat dalam beberapa kitab hadis, salah satunya adalah Shahih Bukhari.

Sumber Hadis


Doa ini diriwayatkan dalam Shahih Bukhari, Kitab Al-Maghazi (Perang-perang), Bab Ghazwah Al-Khandaq (Perang Parit):


Hadis No. 4113


عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ الْأَحْزَابِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ، سَرِيعَ الْحِسَابِ، اهْزِمِ الْأَحْزَابَ، اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ."

Artinya:
Dari Ali radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Ketika terjadi Perang Ahzab, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

'Ya Allah, Tuhan yang menurunkan kitab, yang cepat hisabnya, kalahkanlah musuh-musuh ini. Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka.'"

Makna Doa


  1. اللَّهُمَّ مُنْزِلَ الْكِتَابِ
    "Ya Allah, Tuhan yang menurunkan kitab."
    Ini merujuk kepada Allah sebagai Dzat yang menurunkan Al-Qur'an, kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia.


  1. سَرِيعَ الْحِسَابِ
    "Yang cepat hisabnya."
    Allah Maha Cepat dalam perhitungan (hisab), baik di dunia maupun di akhirat.


  1. اهْزِمِ الْأَحْزَابَ
    "Kalahkanlah musuh-musuh ini."
    Ini adalah permohonan agar Allah memberikan kemenangan atas musuh-musuh yang bersekutu melawan kaum Muslimin.


  1. اللَّهُمَّ اهْزِمْهُمْ وَزَلْزِلْهُمْ
    "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka."
    Permohonan agar Allah tidak hanya mengalahkan musuh, tetapi juga membuat mereka goncang dan tidak berdaya.


Konteks Doa


Doa ini dibaca oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saat menghadapi Perang Ahzab (Perang Parit), di mana kaum Muslimin dikepung oleh pasukan sekutu (Ahzab) yang terdiri dari berbagai kabilah musyrik dan Yahudi. Dalam situasi yang sangat sulit, Rasulullah dan para sahabat berdoa kepada Allah, dan akhirnya Allah mengirimkan angin dan bala bantuan yang membuat musuh mundur.


Pelajaran dari Doa Ini


  1. Tawakal kepada Allah: Rasulullah mengajarkan bahwa dalam situasi sulit, kita harus bergantung sepenuhnya kepada Allah.

  2. Kekuatan Doa: Doa adalah senjata orang beriman, terutama dalam menghadapi musuh atau kesulitan.

  3. Keyakinan akan Pertolongan Allah: Allah Maha Kuasa untuk mengubah keadaan dan memberikan kemenangan kepada hamba-Nya yang bertawakal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unfinished Croissant

Numerologi: Memahami Hikmah Dibalik Angka 17.07

Filosofi Raja Jawa: Ngalah, Ngalih, Ngamuk