Orang yang Hanya Melihat Zahir Dunia Akan Tertipu


Orang yang hanya melihat zahir (permukaan) dunia, orang yang hanya melihat pemandangan luar dunia ini, maka dia akan berhenti sampai di situ dan akan tertipu. Tidak ada larangan bagi orang beriman untuk kaya, asalkan dia tidak terlena oleh zahir dunia sehingga melupakan akhirat. Orang beriman harus memandang hakikat dunia dan menjadikannya sebagai bekal untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala

Hikmah yang ke-83 dari kitab Al-Hikam karya Imam Ahmad bin Athaillah As-Sakandari (rahimahullah) menyatakan:

"الْأَكْوَانُ ظَوَاهِرُهَا غِرَرٌ، وَبَوَاطِنُهَا عِبَرٌ. فَالنَّفْسُ تَنْظُرُ إِلَى ظَاهِرِ غُرُورِهَا، وَالْقَلْبُ يَنْظُرُ إِلَى بَاطِنِ عِبَرِهَا."

Artinya, bahwasanya dunia ini zahirnya merupakan tipu daya. Dunia pada zahirnya adalah tipuan, sedangkan batinnya adalah pelajaran atau pedoman. Maka, nafsu itu memandang kepada zahir tipuannya, sedangkan hati memandang kepada batin pelajarannya.

Itulah terjemahan dari hikmah yang ke-83 ini. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan dunia ini. Dan apa-apa yang ada pada dunia ini, zahirnya, luarnya, atau tampaknya adalah tipuan. Maka, barang siapa yang berhenti pada zahir dunia ini, maka dia akan tertipu. Orang yang hanya melihat zahir dunia, orang yang hanya melihat pemandangan luar dunia ini, maka dia akan berhenti sampai di situ dan akan tertipu, dia akan terperdaya.

Contoh Orang yang Memandang Dunia Hanya pada Zahirnya

Contoh orang yang memandang dunia ini hanya pada zahirnya adalah seperti orang yang memandang kepada keindahan dan kebagusan dunia, serta segala sesuatu yang diinginkan oleh nafsu, seperti macam-macam makanan, minuman, pakaian, kendaraan, perkawinan, tempat tinggal, kebun, dan banyaknya harta.

Misalnya, seseorang melihat si fulan memiliki harta yang banyak, si fulan memiliki kebun yang luas, si fulan memiliki kendaraan yang banyak, si fulan memiliki berbagai macam kemewahan sehingga dia mudah membeli apa yang diinginkannya. Melihat hal itu, dia pun bekerja keras siang dan malam untuk menghasilkan dan menghimpun harta dunia. Dia melihat orang-orang yang banyak harta hidup nyaman, makan enak, bepergian kemana-mana dengan nyaman. Karena melihat kemewahan itu, dia pun bekerja keras untuk mengejar dunia.

Namun, tiba-tiba datanglah kematian yang menghancurkan segala keinginan dan kesenangannya. Maka, datanglah penyesalan, tetapi penyesalan itu sudah tidak berguna lagi. Dia berangkat menuju Allah tanpa bekal dan persiapan. Akhirnya, dia mendapatkan pengusiran dan dijauhkan dari rahmat Allah.

Inilah contoh orang yang hanya melihat zahir dunia. Dia melihat orang-orang yang hidup makmur dan ingin seperti mereka. Dia sibuk mencari dunia, tetapi ketika kematian datang, dia tidak sempat bersiap. Inilah maksud dari tertipu oleh dunia.

Peringatan Allah kepada Nabi Muhammad SAW


Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan Rasul-Nya, kekasih-Nya, junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang juga sebagai peringatan kepada umatnya:

"وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ."

Artinya, "Wahai Rasul, janganlah engkau menginginkan dan mencita-citakan kesenangan dunia yang Kami berikan kepada mereka, karena itu hanyalah perhiasan kehidupan dunia yang Kami uji mereka dengannya."

Rasulullah SAW diingatkan oleh Allah untuk tidak menginginkan kesenangan-kesenangan dunia yang diberikan kepada orang-orang kafir, karena kesenangan itu justru membawa azab bagi mereka. Hal ini juga tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Kita tidak boleh iri melihat orang kaya atau pejabat tinggi, lalu ingin seperti mereka.

Rasulullah SAW bersabda:

"لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا."

Artinya, "Tidak boleh iri kecuali terhadap dua hal: seseorang yang diberi Allah harta, lalu dia menggunakannya di jalan kebenaran, dan seseorang yang diberi Allah ilmu, lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya."

Kita boleh ingin menjadi seperti orang yang diberi Allah harta, lalu dia menggunakannya untuk membangun masjid, sekolah, membantu fakir miskin, yatim, dan kaum duafa. Kita juga boleh ingin menjadi seperti orang yang diberi Allah ilmu, lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya.

Orang yang Melihat Batin Dunia

Barang siapa yang tembus pandangannya kepada batin dunia, maka dia di sisi Allah adalah orang yang baik. Orang yang hanya melihat zahir dunia akan tertipu, tetapi orang yang melihat hakikat dunia akan menjadi orang yang baik.

Contoh orang yang melihat batin dunia adalah orang yang memandang hakikat dunia. Dia tahu bahwa dunia ini cepat hilang dan tidak kekal. Ada kalanya dunia yang meninggalkan kita, atau kita yang meninggalkan dunia. Misalnya, seseorang yang dulunya kaya raya, kemudian bangkrut. Dunia pasti berpisah dengan kita, entah kita yang memisahkan diri darinya atau dunia yang meninggalkan kita.

Orang yang memandang batin dunia akan mempersiapkan diri untuk akhirat. Dia menjadikan dunia sebagai ladang untuk akhirat. Harta yang kita miliki sebenarnya adalah harta yang sudah kita sedekahkan atau wakafkan. Harta yang masih ada di rumah atau kebun kita belum tentu milik kita, bisa jadi milik istri, anak, atau cucu kita.

Rasulullah SAW bersabda:

"يَخْرُجُ الرَّجُلُ مِنْ قَبْرِهِ حَافِيًا عُرْيَانًا جَائِعًا عَطْشًا، فَمَنْ كَانَ يُطْعِمُ فِي الدُّنْيَا أُطْعِمَ، وَمَنْ كَانَ يَكْسُو فِي الدُّنْيَا كُسِيَ، وَمَنْ كَانَ يَسْقِي فِي الدُّنْيَا سُقِيَ."

Artinya, "Manusia keluar dari kubur dalam keadaan telanjang, lapar, dan haus. Barang siapa yang suka memberi makan di dunia, dia akan diberi makan. Barang siapa yang suka memberi pakaian di dunia, dia akan diberi pakaian. Barang siapa yang suka memberi minum di dunia, dia akan diberi minum."

Jadi, harta yang menjadi milik kita sebenarnya adalah harta yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Kesimpulan


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى."

Artinya, "Katakanlah, 'Kesenangan dunia itu sedikit, dan akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa.'"

Allah menciptakan dunia sebagai perhiasan untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. Dunia ini dibagi menjadi tiga bagian: satu bagian untuk orang beriman, satu bagian untuk orang munafik, dan satu bagian untuk orang kafir. Orang beriman menjadikan dunia sebagai bekal untuk akhirat, sedangkan orang kafir menjadikan dunia sebagai tempat bersenang-senang.

Jadi, tidak ada larangan bagi orang beriman untuk kaya, asalkan dia tidak terlena oleh zahir dunia sehingga melupakan akhirat. Orang beriman harus memandang hakikat dunia dan menjadikannya sebagai bekal untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unfinished Croissant

Numerologi: Memahami Hikmah Dibalik Angka 17.07

Filosofi Raja Jawa: Ngalah, Ngalih, Ngamuk