Brinros**x: Mau Ngasih Hadiah, Bukan Jadi Mantan Terindah
Beberapa hari lalu, aku berbincang dengan seorang teman perempuan. Obrolan kami terasa ringan dan menyenangkan. Lucunya alami, nyambungnya tak dibuat-buat. Karena kami bisa tertawa lepas bersama, aku spontan bilang padanya, "Kamu ini kayak Brinro**ix deh—antidepresan hidup." . Sebuah guyonan kecil, tapi waktu itu benar-benar mewakili apa yang kurasa: ia berhasil membuat hariku terasa lebih ringan.
Sebagai bentuk terima kasih, aku terpikir ingin memberinya hadiah. Bukan karena modus, bukan juga karena ingin lebih. Sungguh, rasanya seperti ingin bersedekah—tapi entah kenapa, aku memilih bilang hadiah, karena kalau jujur bilang sedekah, kesannya... aneh, hahaha. Jadi, dengan ringan aku bertanya, “Mau hadiah apa?”
Tapi justru dari pertanyaan itulah, suasana berubah. Ia merespons dengan mengingat trauma masa lalunya, tentang seorang pria (entah siapa) yang dulu sering memberinya hadiah, tapi saat ditolak cintanya, pria itu meminta semua pemberiannya dikembalikan. Detail. Dihitung. Bahkan dicatat.
Akhirnya aku justru ngebelain dia. Bukan karena aku lemah atau pengen jadi pahlawan, tapi karena aku paham: kalau seseorang pernah disakiti, maka perasaannya pantas dihormati.
Aku bilang ke dia, “Kenapa kamu gak hitung juga waktu dan perasaanmu? Itu juga punya nilai besar, lho. Misal 1 jam di tarif 100 juta, tagih ke dia, dijamin dia yang bakal banyak utangnya...”
Dia ketawa ngakak, “Iya sih, bisa buat beli mobil”
Setelah itu, aku memilih diam. Bukan ngambek. Bukan juga drama.
Cuma gak mau ikut jadi beban baru di hidup seseorang yang lagi berusaha menyembuhkan dirinya sendiri.
Aku tetap menghargainya. Aku gak tahu seberapa dalam luka yang dia simpan, atau bagaimana caranya dia bertahan sejauh ini. Tapi aku tahu, ketika seseorang berani cerita—meskipun cuma sepotong—itu tandanya dia pernah jatuh cukup keras.
Dan sebagai laki-laki yang juga pernah terluka, aku paham: kadang orang gak butuh solusi, cukup ditemani tanpa dihakimi.
Tapi jujur...
Dalam hati aku pengen bilang: Kamu itu bukan pikiranmu. Kamu bukan emosimu. Dan kamu juga bukan traumamu.
Kamu lebih dari itu semua. Kamu bukan apa yang pernah terjadi padamu. Dan kamu pantas bahagia—bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu manusia yang sedang belajar pulih, seperti aku juga.
Dan satu hal lagi yang pengen aku bisikin…
Nggak semua laki-laki itu kayak yang di traumamu, sumpah deh. Masih banyak yang gak bawa catatan Excel hadiah kok... 🤣
Tapi ya sudahlah. Namanya juga manusia.
Kadang ketawa, kadang mikir. Kadang pengen ngasih hadiah, ujung-ujungnya malah dapet pelajaran hidup. Subhanallah wa bihamdihi... hahha
Komentar
Posting Komentar