Meninjau Ulang Crypto: Diskusi Malam Bersama CEO WellFood
Di sepertiga malam pertama, saya terlibat diskusi hangat dengan Redi Betterson, CEO Wellfood.id, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang platform makanan organik. Kami membahas fenomena crypto, yang sejak awal membuat saya apatis. Bagi saya, crypto adalah manifestasi dari hegemoni entitas global yang ingin membangun keunggulan tanpa sumber daya alam, menciptakan aset tanpa pijakan fisik. Ini adalah strategi klasik "gold, gospel, glory"; yang mengusik logika saya bahwa kekayaan sesungguhnya adalah real asset (aset nyata) seperti tanah, sapi, kambing, emas. Itulah kekayaan sejati menurut saya.
Kritik Terhadap Fiat Money dan Crypto
Apatisme saya terhadap crypto juga dipengaruhi oleh kritik saya terhadap sejarah fiat money. Uang kertas, yang dulu didukung oleh emas, kini hanya bergantung pada kepercayaan yang rapuh seperti surat utang negara. Nilai intrinsiknya sangat rendah. Pada dasarnya, uang kertas tidak memiliki substansi dan rentan terhadap inflasi, nilainya bakal terus menurun seiring waktu mengikuti hukum time value of money. Konsep time value of money inilah yang menjadi landasan logika riba atau praktik rentenir. Namun anehnya, banyak yang tetap memujanya (uang).
Namun, malam itu ada sesuatu yang berubah dalam pandangan saya. Redi, yang ternyata seorang penggemar setia Timothy Ronald owner Akademi Crypto, memaparkan prospek crypto dengan semangat yang membuat diskusi kami semakin sengit. Pandangan yang sebelumnya teguh mulai goyah oleh argumen logis dan keyakinannya. Redi menjelaskan bahwa keunggulan crypto terletak pada desentralisasi dan transparansinya, yang meminimalisir keterlibatan pihak ketiga, serta menawarkan potensi pertumbuhan yang besar di era digital. Ia juga menekankan pada efisiensi transaksi lintas negara yang lebih cepat dan murah dibandingkan sistem perbankan tradisional.
Namun, di balik semua kelebihannya, tak dapat dipungkiri bahwa crypto juga memiliki kelemahan. Redi mengakui bahwa volatilitas harga yang tinggi sering kali menjadi salah satu kritik utama. Selain itu, sifatnya yang tidak diatur oleh pemerintah atau bank sentral juga membuka ruang bagi tindakan spekulasi dan potensi penyalahgunaan (pencucian uang). Hal ini, bagi saya, tetap membuat crypto lebih mirip ilusi daripada aset nyata, terutama dengan ketergantungannya pada kepercayaan pasar yang sangat fluktuatif.
Proses Produksi dan Jenis Crypto
Crypto diproduksi melalui proses yang disebut "mining," di mana komputer-komputer canggih memecahkan algoritma kompleks untuk memverifikasi transaksi dan menambahkan blok baru ke dalam jaringan blockchain. Proses ini membutuhkan energi yang sangat besar, yang juga menjadi kritik terhadap dampak lingkungan dari crypto. Ada banyak jenis crypto yang beredar, seperti Bitcoin, Ethereum, hingga altcoin lain yang mencoba menawarkan fitur-fitur unik.
Teknologi Blockchain
Dasar dari teknologi crypto adalah blockchain, sebuah sistem buku besar digital yang terdesentralisasi dan transparan, memungkinkan setiap transaksi tercatat secara permanen dan tidak dapat diubah. Teknologi ini menjadi tulang punggung dari hampir semua mata uang digital, memberikan tingkat keamanan dan keandalan yang membuatnya menarik bagi banyak orang.
Titik Temu
Pada akhir diskusi, Redi menatap saya dengan senyum tipis, seolah-olah paham bahwa meski perdebatan kami sengit, ada ruang bagi perubahan. "Crypto mungkin bukan solusi sempurna," katanya, "tetapi di era digital ini, kita harus membuka diri terhadap inovasi, mencari alternatif dari sistem yang selama ini kita anggap tak tergoyahkan." Saya terdiam sejenak, merenungi perkataannya. Meski tak sepenuhnya mengubah pandangan saya, obrolan malam itu membuka perspektif baru. Mungkin benar, di tengah dunia yang terus berubah, fleksibilitas dan pemahaman lebih dalam adalah kunci untuk bertahan, baik di dunia fiat maupun crypto. Wallaua'lam.
Komentar
Posting Komentar