Massive Open Online Courses (MOOC): Masa Depan Pendidikan dan Runtuhnya Kampus Besar

Pernyataan Peter Drucker di majalah Forbes (2013) menggemparkan dunia pendidikan tinggi. Menurut Drucker, dalam tiga puluh tahun ke depan (sekitar 2043), kampus-kampus besar mungkin hanya menjadi peninggalan sejarah, karena universitas dalam bentuk tradisionalnya tak lagi relevan.
“Thirty years from now the big university campuses will be relics. Universities won’t survive. It’s as large a change as when we first got the printed book."
Artikel selengkapnya bisa dibaca: Seeing things as they really are

Drucker membandingkan transformasi ini dengan revolusi yang dibawa oleh penemuan mesin cetak, yang mengubah cara manusia mengakses dan mendistribusikan pengetahuan (dari tinta menjadi buku cetak).

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, pendidikan berbasis kampus fisik akan digantikan oleh model pembelajaran yang lebih fleksibel dan terjangkau, membuka akses yang lebih luas dan merata bagi masyarakat global. Prediksi Drucker ini menantang kita untuk memikirkan kembali peran universitas dalam dunia yang semakin terdigitalisasi.

Dunia pendidikan telah mengalami perubahan signifikan. Salah satu inovasi paling mencolok adalah Massive Open Online Course (MOOC), sebuah platform pendidikan daring yang menawarkan kursus-kursus gratis atau berbiaya rendah kepada jutaan orang di seluruh dunia. MOOC tidak hanya menyediakan akses global ke pendidikan, tetapi juga memicu diskusi tentang relevansi dan masa depan pendidikan formal.

Teori dan Pakar yang Mendukung MOOC

Salah satu teori yang mendukung munculnya MOOC adalah Connectivism, yang dikemukakan oleh George Siemens dan Stephen Downes pada tahun 2005. Teori ini menekankan bahwa belajar di era digital tidak lagi bergantung pada transfer informasi dari guru ke siswa secara langsung, melainkan pada jaringan pengetahuan yang dapat diakses secara global. Teknologi memungkinkan individu terhubung dan belajar dari berbagai sumber, termasuk sesama pelajar, pakar, dan materi belajar daring.

Selain itu, teori Self-Directed Learning oleh Malcolm Knowles juga relevan dalam mendukung konsep MOOC. Knowles menjelaskan bahwa orang dewasa cenderung belajar secara mandiri, mengatur waktu dan ruang belajarnya sendiri. Dengan MOOC, setiap orang dapat memilih materi yang sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kemampuan mereka, tanpa terikat oleh kurikulum formal yang kaku.

Teori pembelajaran lain yang mendukung MOOC diantaranya:

Konstruktivisme: Teori ini menekankan bahwa pengetahuan dibangun oleh individu melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. MOOC memfasilitasi pembelajaran aktif dengan menyediakan berbagai sumber belajar dan forum diskusi.

Andragogi: Teori ini menekankan bahwa orang dewasa belajar berbeda dengan anak-anak. MOOC dirancang dengan mempertimbangkan karakteristik pembelajar dewasa, seperti motivasi intrinsik dan pengalaman belajar sebelumnya.

Teori Belajar Sosial: Teori ini menekankan pentingnya interaksi sosial dalam proses belajar. MOOC menyediakan platform untuk berinteraksi dengan peserta lain, instruktur, dan ahli di bidang terkait.

Tokoh-Tokoh Penting

Beberapa tokoh penting dalam pengembangan MOOC termasuk Daphne Koller dan Andrew Ng, yang mendirikan Coursera pada tahun 2012. Keduanya adalah profesor di Stanford University yang berusaha memperluas akses ke pendidikan tinggi melalui teknologi. Selain itu, Salman Khan dengan Khan Academy juga turut mempopulerkan pembelajaran daring dengan model video pendidikan yang sederhana dan dapat diakses oleh semua kalangan.

Pendidikan Formal yang Mulai Runtuh?

MOOC menjadi alternatif yang semakin menarik ketika kita mempertimbangkan krisis yang dihadapi oleh pendidikan formal. Banyak institusi pendidikan formal menghadapi biaya yang terus meningkat, akses yang terbatas, serta kurikulum yang sering kali kurang relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Di sisi lain, MOOC menawarkan fleksibilitas, aksesibilitas, dan keterjangkauan, menjadikannya pilihan ideal bagi mereka yang ingin meningkatkan keterampilan tanpa batasan fisik dan finansial.

Dalam konteks ini, MOOC bukan hanya pelengkap, melainkan potensi masa depan pendidikan. Meskipun pendidikan formal masih memiliki tempatnya, khususnya dalam memberikan struktur dan sertifikasi, MOOC membuktikan bahwa belajar bisa lebih terbuka, fleksibel, dan inklusif.

Lalu, benarkah prediksi Drucker bahwa kampus-kampus besar di dunia termasuk di Indonesia akan menjadi peninggalan sejarah (museum)? Wallahua'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unfinished Croissant

Numerologi: Memahami Hikmah Dibalik Angka 17.07

Filosofi Raja Jawa: Ngalah, Ngalih, Ngamuk